May 28, 2012

Sepertinya aku sudah lupa caranya mencintai, bisa ajarkan aku lagi?

Teruntuk pintu sebelah rumahku,
Hari ini aku putuskan untuk menulis surat ini. Bukan surat cinta, cuma surat rindu.

Teruntuk pintu sebelah rumahku,
Bagaimana keadaanmu? Bagaimana kuliahmu? Bagaimana harimu? Entahlah rasanya begitu banyak tanda tanya untuk sosok di balik pintu sebelah rumahku.

Derap derap berjalan, banyak kaki kaki yang kian kesana kemari menuju rumahmu. Dan tidak ada dari sepasang kaki kaki itu yang merupakan aku.

Aku memutar waktu yang ada di dalam laci kenangan.
Sebelah mana yang salah? Bagian mana yang harus aku buang biar kita bermain bersama lagi?      

Ah, aku rasa ini hanya karna kita saja yang menua. benarkan?
Membuat pengotakkan ruang gerak yang kadang begitu memuakkan.

Yah aku memang tidak punya cukup banyak kata bagus untukmu.
Cuma rindu yang cukup menggunung.

Salam ketuk untuk tetanggaku.
Semoga saja surat singkat ini bisa mengetuk lagi sapa di antara kita :)

May 23, 2012

Stand Up (Heart) comedian


Sebagai seorang stand up comedian Muhadkly Acho memang terkenal menghibur, tidak kalah dengan sosok Pandji maupun Raditya Dika. Tapi apa Pandji dan Raditya Dika bisa membuat sajak singkat seperti :

“Mozaik di matamu, keping-keping mimpi yang membentuk sebuah harapan, aku menyebutnya kehidupan”

“Matamu pandai menulis isyarat, sebuah rahasia yang kuterjemahkan setiap hari”

Atau mungkin sajak favorit saya

“lalu menari lah bersama cinta, bersama luka dan hal-hal yang membuat kita terjaga”

Untuk penikmat kata-kata seperti saya sudah pasti saya mengaggumi bang Acho :) bukan cuma saya, ribuan followersnya pasti seperti itu. Tapi darimana dia bisa begitu mendalami sajaknya? Untuk siapa? Bukankah selama ini dia terkenal dengan hubungannya dengan tiang listrik saja, seperti Raditya Dika yang terkenal dengan hubungannya bersama kasurnya? :p 

Adalah untuk seorang Rosfika Nursiandiny, istri tercinta yang dia nikahi 3 tahun lalu tepatnya “5 Desember 2009” dan mungkin akan tetap dia nikahi sepanjang hidupnya. Untuk yang belum begitu tau mungkin akan bilang “ah itu sih wajar, namanya juga istrinya”. Namun bagaimana kalau ternyata sosok Fika sudah tidak ada? Fika telah berpulang 2 tahun lalu, di saat keduanya belum genap setahun menikmati rumah tangga yang mereka impikan, Fika pergi hanya berselang 10 hari dari hari ulang tahunnya. 

Kepergian Fika tidak membuat bang Acho berhenti mencintainya, itu bahkan membuat bang Acho lebih merasa bahwa Fika adalah segala sesuatu dari sumber kebahagian yang ia impikan. Bang Acho pun menciptakan ruang tempat ia mengumpulkan remah-remah rindunya untuk Almarhummah istrinya di website wordpress yang berTittle “Satu Momen” (sebuah persinggahan menuju momen berikutnya). Ya, itulah salah satu tempat hebat yang selalu berhasil membuat saya berdecak kagum atau bahkan meneteskan haru. Sudahlah, jangan lempari saya dengan sebutan lebay kalau kalian belum menikmati tulisannya. Rasanya ingin saya menulis ulang apa yang ada di wordpress nya, tapi lebih baik kalian saja yang mengintipnya :’) Satu Momen siapkan tissue atau pundak seseorang yang kalian sayang jangan lupa, siapa tau kalian menangis, dan siapa tau setelah membacanya kalian ingin langsung memeluk mereka sebelum kehilangan momen itu.

Hmm.. saya sudah mulai bingung mau menulis apa tentang bang Acho ini, karena untuk saya sosok bang Acho adalah sosok suami impian. Kalau begitu lebih baik saya kutip saja sajak-sajak singkat yang ia berikan untuk Fika :)

“Jika cinta adalah perjalanan, maka aku sedang menempuh perjalanan terjauh, menuju dirimu.”

“Tak ada yang beda dari setiap peristiwa, hanya kau yang tak ada.”

“Ketika hidup hanyalah kerikil-kerikil kecil, yang terpental disepanjang laju kereta Jakarta-Surabaya. Dan kau? Masih saja mempesona.”

“Cinta adalah sajak Cuma-Cuma, bermuara pada setiap kehilangan.”

“Rindu bisa saja muncul dan tenggelam, tapi cinta, selalu menempati ruang yang sama.”

“Teruslah menatap mataku, karna dari sana aku telah melihat dunia, yang sebenarnya.”

“Bagaimana mungkin aku berhenti berdebar, sementara kepalaku merekam utuh setiap renyai tawamu.”

“Pada akhirnya, kau akan selalu kutemukan di tempat tersunyi dalam diriku.”

“Kau adalah sesuatu  yang sering ku lihat dengan mata berkabut.”

“Kaulah momen itu, debar di rahim senja melahirkan kecupan-kecupan hampa.”

Yak cukup, daripada nantinya ada air mata (saya) berjatuhan kan. :’D
Di antara kata-kata yang bang Acho tulis untuk Fika, ada 1 yang mungkin paling membuat kita akan mengingat syukur di sebuah perpisahan.

“Hidup ga kejam2 amat, buktinya kt pernah bersama kan?”

Hehe.. bukan sajak memang, tapi cukup ampuh. Sekian review tentang bang Acho, maaf kalau tulisannya jelek, namanya juga bukan penulis, semoga masih bisa di nikmati. :D


Tertanda

#ACHONIA

( @inoooyy )